Kamis, 12 Januari 2012

Boker Duit

Rawamangun, 16 oktober 2011

Dari jaman saya kenal dunia romansa, ada sebuah kalimat manis – yang mungkin sekarang sudah basi-, bunyinya begini kira2, “kita akan merasa memiliki sesuatu sampai kita merasa kehilangannya”. Dah sering denger kan? Kalo iya berarti, ungkapan basi yang saya bilang tadi ga salah. Kalimat manis itu sudah merakyat sedemikian rupa kepada semua orang. Dari manapun masuknya. kalau saya tahu kalimat ini dari halaman tengah kamus saku bahasa inggris jaman SD, satu nomor dibawah kalimat “First love will never die”.

Bukan ranah saya sebagai seorang pelaksana biasa untuk membahas sebuah romansa itu, itu jatahnya mas-mas pujangga. Mungkin @Adolf Ruben bisa menjelaskannya untuk anda. Seperti saya tulis diatas, kalimat manis itu sudah mendarah daging, karena hal itu memang satu paket dengan apa yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Kata intinya memiliki dan kehilangan. Sampai disini kayaknya udah mulai kebaca mau ngomongin apa. Kalau memiliki itu dianalogikan sebuah proses masuk, maka kehilangan sah sah aja kan kalo saya anggap proses keluar. Keseimbangan.

 why so serious? Ga ada alasan tertentu sih, sering mikir aja pas lagi mengeluarkan duit dengan alasan yang diluar perkiraan. Sengaja atau ngga. salah borong DVD serial yang ternyata subtitlenya berantakan, ban motor bocor dengan lucunya, sandal kebawa orang di mesjid, ada yang naksir helm kita di parkiran, dan lain sebagainya. Kalau keseimbangan itu merupakan hal yang hakiki, berarti ada yang ga beres dengan diri saya kalo masih ngalamin hal-hal tersebut diatas. Kalo saya masih mengalami hal-hal itu, gejala apa ini?

Tidak ada kaitannya dengan hobi makan saya sehingga saya kaitin dengan makan. Saat kita makan, sejumlah makanan itu masuk ke dalam tubuh kita. Kita ambil sari-sari makanan yang diperlukan oleh tubuh, dan berakhir di toilet. (plung..plung…#sekadar bekson). Dari proses makan itu, hak untuk tubuh kita hanyalah sari-sari makanan. Sementara yang bukan hak kita berbentuk feses yang harus kita keluarkan. Ga usah diajarin, secara naluriah akan kita keluarkan dengan proses boker. Gambaran ini menunjukan sebuah keseimbangan alamiah pada tubuh manusia.  Bayangkan sebuah ketidakseimbangan dengan orang yang ga boker, tiga hari aja. badannya penuh dengan pup. Yucks!

Jadi intinya kita harus boker??? Boleh aja ngambil kesimpulan seperti itu, asal kita ngliat lagi asal mula bisa mengalami hal2 lucu diatas. Tanggal satu gajian, saat itu kita sedang makan, mengunyah, menelan, dan mencerna. Dari gaji atau pemasukan itu kita pisahkan sesuai dengan kebutuhan kita, saat inilah tubuh memproses sari-sari makanan itu. Kita menikmati hak kita. Nikmat?oh tentu kalau kita menyeimbangkannya dengan kewajiban boker kita. Tubuh akan merespon dengan gejala lain saat lupa akan kewajiban boker kita. Sakit atau yang lain. sakit ini kalau kita bawa ke segi pemasukan atau gajian tadi bisa berbentuk kejadian2 lucu diatas. Jadi ini yang ga beres. Terjemahkan saja boker ini menjadi sesuatu yang bersifat amal. Masing-masing dari kita memegang keyakinan sendiri bagaimana melakukannya.
Biar terkesan keren, kayaknya oke kalo diakhiri dengan slogan. Apapun yang kita makan, tubuh akan sehat dengan boker. Tiada nikmat seindah boker. Salam ngeden.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar